Oleh: Febriansyah D.S Making (Ketua Bidang Organisasi PW-IPM SULSEL)
Paradoks adalah sebuah pernyataan yang seolah-olah bertentangan atau berlawanan dengan asumsi umum, tetapi dalam kenyataannya mengandung sebuah kebenaran. Disini bisa didefenisikan sebagai ketimpangan sudut pandang.
Gambaran umum tentang paradoks disaat terjadinya pembunuhan 100 pendeta di Amerika dan pembantaian umat muslim di Palestina, padahal tidak ada satupun agama di dunia ini mengajarkan tentang kebencian melainkan menyeru untuk berbuat baik kepada sesama. Mengapa hal ini dapat terjadi berangkat dari agama, terus dimana perihal kecintaan kepada agama yang mengajarkan tentang indahnya kedamaian. Ini terjadi karena paradoks yang ada di dunia, sehingga menyebabkan hal-hal yang sebenarnya tidak benar menjadi hal umum dikalangan manusia.
Inilah yang terjadi di dalam birokrasi organisasi kita, padahal IPM mendapatkan penghargaan organisasi kepemudaan terbaik se-Nasional sebanyak 4 kali, 3 kali Asean TAYO Award, dan 1 kali PPI Sociopreneur. Tetapi terdapat kejadian yang tidak mencerminkan sebagaimana OKP terbaik, contohnya banyak jalur-jalur komunikasi yang tidak pada porosnya dan selalu menuhankan KSB (Ketum, Sekum, Bendum) tanpa memperdulikan adanya ketua bidang dan jajarannya dalam mengambil keputusan, dan disuatu saat terdapat pula ketua bidang yang merasa dirinyalah paling hebat sehingga tidak melibatkan jajaran pengurus lainnya dalam mengambil keputusan.
Hal ini terjadi dari pimpinan paling dasar bahkan sampai sekelas pimpinan pusat pun mengalami hal ini. Komunikasi yang tidak tuntas inilah yang menyebabkan konflik didalam pimpinan itu sendiri, dan berangkat dari kejadian inilah banyak oknum yang merasa paling benar dan merasa mampu menyalahkan orang lain.
Seharusnya ini tidak terjadi pada ikatan kita karena dari segi administrasi kita di akui bahkan diberikan penghargaan. Jalur koordinasi ini sudah terpampang dengan jelas didalam AD-ART, banyak kasus dimana komunikasi yang dilakukan oleh pimpinan satu dengan pimpinan lain. Contohnya pimpinan daerah yang berkomunikasi dengan pimpinan wilayah tidak sesuai administrasi, padahal jalur komunikasi yang dilakukan itu harus sesuai poros dan dilakukan secara administratif.
Banyak pimpinan daerah yang berkomunikasi dengan pimpinan wilayah tanpa mementingkan jalur koordinasi sehingga menjadikan polemik dalam pimpinan terkait, dan itulah yang menjadikan beberapa oknum di pucuk pimpinan mengambil kebijakan dengan sendirinya tanpa harus melemparkan lagi dalam forum-forum rapat. Ini sebuah kesalahan yang fatal dan sering terjadi sehingga menjadi kebiasaan, dan sering terjadi pada pucuk pimpinan itu sendiri.
Perilaku seperti ini jika dibiarkan maka akan menjadi benalu dalam ikatan sehingga saat sudah menjadi kebiasaan yang wajib dapat merusak organisasi itu sendiri, jika KSB masih menjadi tuhan dalam mengambil kebijakan keputusan maka akan muncul sebuah problematika pimpinan sehingga ujungnya rapat hanya sekedar membahas hasil keputusan dari orang yang berwenang. Memang KSB adalah pengambil kebijakan tertinggi tetapi sebelum itu terjadi ada rapat yang dapat menghasilkan keputusan paling tengah, karena ini menghasilkan keputusan dengan musyawarah dan melibatkan beberapa kepala.
Hasan Al-Bannah mengatakan bahwa organisasi itu adalah miniatur kehidupan, maksudnya ini selaras dengan yang dikatakan Margaret Thatcher mantan perdana menteri Britania Raya "Watch your thoughts, for they will become actions. Watch your actions, for they'll become habits. Watch your habits for they will forge your character. Watch your character, for it will make your destiny". Jadi dari sinilah kita harus memperhatikan apa yang kita lakukan dari mata terbuka hingga kembali tertutup harus diperhatikan agar tidak menjadi takdir yang tidak diinginkan.
Banyak contoh nyata yang menggambarkan tentang paradoks pada birokrasi IPM, yakni jalur komunikasi yang dilakukan ke bidang terkait tanpa melakukan persuratan pemberitahuan terlebih dahulu sehingga menyebabkan pucuk pimpinan mengalami konflik karena tidak tuntasnya komunikasi bisa disebut dengan komunikasi yang lompat-lompat. Perihal kebijakan KSB juga terjadi bahkan setingkat pimpinan pusat melakukan hal ini, saat penentuan tuan rumah PKPTM Utama dikembalikan ke KSB, padahal jika ditinjau lebih dalam pengambilan kebijakan dalam bidang, bendahara umum tidak memiliki otoritas. Bahkan sekelas ketua umum pun tidak begitu memiliki otoritas dalam mengambil kebijakan dalam bidang meskipun ketua umum sebagai orang nomor satu dalam lembaga.
Mengenai persoalan ketua umum, masing-masing ketum tiap periode memiliki sebuah goals dan itulah kerja tiap bidang untuk menafsirkan goals dari ketua umum dalam bentuk program kerja pada bidang-bidang, dan pengambilan pada kebijakan pimpinan itu harus dipatuhi oleh setiap pimpinan. Jika dalam bidang tidak menyetujui kebijakan pimpinan maka itu sudah menyalahi AD-ART, ada banyak bidang saat ini yang tidak mematuhi kebijakan pimpinan dan inilah juga menjadi paradoks dalam sebuah pimpinan.
Bila kebiasaan ini terus terjadi maka akan terjadi tumpang tindih dalam sebuah pimpinan baik dari ranting sampai ke pusat sekalipun, akibat terjadinya tumpang tindih ini maka akan menghambat progres kinerja pimpinan itu sendiri.
Jika terus menerus ini terjadi dalam organisasi kita maka 10 tahun kedepan ini akan menjadi sebuah adat yang berlaku dalam ikatan kita, marilah kita memperhatikan apa yang kita lakukan dengan seksama sehingga dapat meminimalisir terjadinya kesalahan